Islamic Widget

Laman

Selasa, 28 September 2010

Izinkan Aku Menciummu.....IBU





Penulis : NN

Sewaktu masih kecil, aku sering merasa dijadikan pembantu olehnya. Ia selalu menyuruhku mengerjakan tugas-tugas seperti menyapu lantai dan mengepelnya setiap pagi dan sore. Setiap hari, aku dipaksa membantunya memasak di pagi buta sebelum ayah dan adik-adikku bangun. Bahkan sepulang sekolah, ia tak mengizinkanku bermain sebelum semua pekerjaan rumah dibereskan. Sehabis makan, aku pun harus mencucinya sendiri juga piring bekas masak dan makan yang lain. Tidak jarang aku merasa kesal dengan semua beban yang diberikannya hingga setiap kali mengerjakannya aku selalu bersungut-sungut. Kini, setelah dewasa aku mengerti kenapa dulu ia melakukan itu semua.

Karena aku juga akan menjadi seorang istri dari suamiku, ibu dari anak-anakku yang tidak akan pernah lepas dari semua pekerjaan masa kecilku dulu. Terima kasih ibu, karena engkau aku menjadi istri yang baik dari suamiku dan ibu yang dibanggakan oleh anak-anakku. Saat pertama kali aku masuk sekolah di Taman Kanak-Kanak, ia yang mengantarku hingga masuk ke dalam kelas. Dengan sabar pula ia menunggu. Sesekali kulihat dari jendela kelas, ia masih duduk di seberang sana.

Aku tak peduli dengan setumpuk pekerjaannya di rumah, dengan rasa kantuk yang menderanya, atau terik, atau hujan. Juga rasa jenuh dan bosannya menunggu. Yang penting aku senang ia menungguiku sampai bel berbunyi. Kini, setelah aku besar, aku malah sering meninggalkannya, bermain bersama teman-teman, bepergian.

Tak pernah aku menungguinya ketika ia sakit, ketika ia membutuhkan pertolonganku disaat tubuhnya melemah. Saat aku menjadi orang dewasa, aku meninggalkannya karena tuntutan rumah tangga. Di usiaku yang menanjak remaja, aku sering merasa malu berjalan bersamanya. Pakaian dan dandanannya yang kuanggap kuno jelas tak serasi dengan penampilanku yang trendi.

Bahkan seringkali aku sengaja mendahuluinya berjalan satu-dua meter didepannya agar orang tak menyangka aku sedang bersamanya. Padahal menurut cerita orang, sejak aku kecil ibu memang tak pernah memikirkan penampilannya, ia tak pernah membeli pakaian baru, apalagi perhiasan. Ia sisihkan semua untuk membelikanku pakaian yang bagus-bagus agar aku terlihat cantik, ia pakaikan juga perhiasan di tubuhku dari sisa uang belanja bulanannya. Padahal juga aku tahu, ia yang dengan penuh kesabaran, kelembutan dan kasih sayang mengajariku berjalan.

Ia mengangkat tubuhku ketika aku terjatuh, membasuh luka di kaki dan mendekapku erat-erat saat aku menangis. Selepas SMA, ketika aku mulai memasuki dunia baruku di perguruan tinggi. Aku semakin merasa jauh berbeda dengannya. Aku yang pintar, cerdas dan berwawasan seringkali menganggap ibu sebagai orang bodoh, tak berwawasan hingga tak mengerti apa-apa.

Hingga kemudian komunikasi yang berlangsung antara aku dengannya hanya sebatas permintaan uang kuliah dan segala tuntutan keperluan kampus lainnya. Usai wisuda sarjana, baru aku mengerti, ibu yang kuanggap bodoh, tak berwawasan dan tak mengerti apa-apa itu telah melahirkan anak cerdas yang mampu meraih gelar sarjananya. Meski Ibu bukan orang berpendidikan, tapi doa di setiap sujudnya, pengorbanan dan cintanya jauh melebihi apa yang sudah kuraih.

Tanpamu Ibu, aku tak akan pernah menjadi aku yang sekarang. Pada hari pernikahanku, ia menggandengku menuju pelaminan. Ia tunjukkan bagaimana meneguhkan hati, memantapkan langkah menuju dunia baru itu. Sesaat kupandang senyumnya begitu menyejukkan, jauh lebih indah dari keindahan senyum suamiku. Usai akad nikah, ia langsung menciumku saat aku bersimpuh di kakinya. Saat itulah aku menyadari, ia juga yang pertama kali memberikan kecupan hangatnya ketika aku terlahir ke dunia ini. Kini setelah aku sibuk dengan urusan rumah tanggaku, aku tak pernah lagi menjenguknya atau menanyai kabarnya. Aku sangat ingin menjadi istri yang shaleh dan taat kepada suamiku hingga tak jarang aku membunuh kerinduanku pada Ibu. Sungguh, kini setelah aku mempunyai anak, aku baru tahu bahwa segala kiriman uangku setiap bulannya tak lebih berarti dibanding kehadiranku untukmu. Aku akan datang dan menciummu Ibu, meski tak sehangat cinta dan kasihmu kepadaku.

"Rabbigfirli Waliwalidaya warhamhuma kama robbayani shogiro"


Sumber : ikhwanmuslim

Karena Engkau Bukan Bidadari

Pernahkah
engkau melihat
Lelaki yang tak terlalu tampan
tapi banyak mempesona semua wanita.....

atau sebaliknya
gadis biasa saja
tapi banyak lelaki yang di buat jatuh Rindu
padanya......

Tapi Coba kau lihat
Garis wajahnya
senyum bibirnya
atau
cara berbicara dan sikapnya

semua itu mengeluarkan aura
seperti gelombang magnetik
membuat yang melihatnya menjadi
tertarik
tertegun
dan terpesona.....

inilah fakta
mengapa Camelia lebih memikat Pangeran Charles
di banding Kecantikan Putri Diana
itu......

Banyak orang terheran-heran...

"Saya lebih nyaman berbicara dengannya"
inilah jawaban sang pangeran
mengapa tertarik dengan Camelia.

dan itu fakta

Tapi Kekuatan pesona itu hanya sementara

akan ada kejenuhan disana

tapi Alloh menjelaskan
'dalam alqur'an
bahwa
Pesona Budi Perkerti
akan terus terpancar
sampai kapanpun....

Seperti Bunda Khadijah
tak ada yang bisa menggatikannya di hati
Muhammad saw
walau seorang aisyah pun.....
padahal ada bentang
usia disana

Sahabat
wajahmu
mungkin banyak yang mengatakan biasa saja
tapi siapa tahu
dia memancarkan pesona

tapi jika pesona
itu
tak engkau hiasi dengan akhlak baik
maka ia akan pudar
seiring bertambahnya umur
pernikahanmu

dan itu adalah
kenyataan
mengapa angka perceraian begitu tinggi di negeri ini

sahabat
sadarlah
wajahmu tak secantik bidadari......
atau setampan yusuf

hanya
pesona budi perketi di hatimulah
yang akan kau bawa sampai mati...

dan membuat istrimu
suamimu
tetap setia
selamanya dalam cinta



Saya Ini Sedang Futur

saya ini sedang futur
baca qur'an enggan, nonton tv doyan
baca qur'an nggak berkesan, nonton sinetron dan cek & ricek malah
ketagihan
nonton bola pun ngga pernah keinggalan


saya ini sedang futur
jarang baca buku dan majalah islam
lagi demen baca komik sinchan dan detektif conan
saya ini sedang kalah
perhatikan sikap saya
yang mudah menyerah dan putu asa
yang inisiatifnya lemah cuma bisa nunggu perintah
yang mudah marah belum bisa ramah
yang merasa tidak dibutuhkan karena kurang mendapat perhatian


saya ini sedang futur
hanya bisa berkata tanpa bisa membuktikan
hanya bisa berjanji tanpa usaha menepati
saya ini sedang futur
tak lagi pandai menjaga pandangan
sering curi-curi pandang
MUDAH TERSERANG VIRUS CINTA
apalagi sama PARTNER DAKWAH SAYA
akhirnya melupakan hakikat cinta yang sebenarnya


saya ini sedang futur
walau takut azab, tak pernah sekali terisak
malah senangnya terbahak
saya ini sedang futur
malas berdoa
maunya pasrah tanpa usaha


saya ini sedang futur
lihat perut saya makin membuncit
karena junkfood serta pangsit


saya ini sedang futur
tak lagi pandai bersyukur
sudah mulai tidak jujur
senang disanjung dikritik murung


saya ini sedang futur
malas ngurusin keluarga
rajin menggunjing keluarga
sedikit sekali muhasabah
senang sekali menggibah


YA ..... SAYA INI SEDANG FUTUR

YA ALLAH , DZAT YANG MAHA MEMBOLAK-BALIKAN HATI,
DAN PENGLIHATAN , TETAPKANLAH HATIKU DIATAS AGAMAMU
YA ALLAH, SESUNGGUHNYA AKU BERLINDUNG KEPADA-MU
DARI KELEMAHAN DAN KEMALASAN DARI SIKAP PENGECUT TUA RENTA DAN KIKIR.
YA ALLAH, AKU BERLINDUNG KEPADAMU DARI SIKSA KUBUR DAN DARI FITNAH
WAKTU HIDUP
ATAUPUN KETIKA MATI


YA ALLAH JADIKANLAH AMALANKU ADALAH KARENA ENGAKU,
JANGAN JADIKAN IA KARENA SESEORANG.........





Kok Jodoh Ku Begono





Seorang sahabat mengirim sms curhat tentang suaminya. Dalam
curhatan itu ia mengeluhkan tentang tindak tanduk suaminya yang lebih
banyak kontra dengan dirinya. Merasakan betapa lelahnya ia menghadapi
suaminya yang 'loading'nya lama banget katanya. Punya imam begitu…cuapee
deh!

Berusaha bijak, aku membalas sms nya, menasehati agar ia berdamai
dengan keadaan, namanya juga udah jodoh, suka tidak suka yaaa… jalani
dan bersabar.
Sang sahabat membalas smsku dengan jawaban, "Aku sih paham, memang
udah jodoh…tapi kok jodohku begono?"

Mungkin, pertanyaan ini menghinggapi begitu banyak orang. Ketika
mereka telah menikah, ternyata pasangan hidupnya jauh dari harapan.

Begitulah manusia, kita ditakdirkan dengan kondisi siap menerima
segala hal yang menyenangkan dan sesuai dengan keinginan kita. Tapi
sedikit sekali dari kita, yang siap dengan hal-hal buruk yang terjadi
dalam kehidupan kita. Begitupula dengan masalah jodoh.
Siapa yang tidak
ingin memiliki pasangan hidup yang sholeh atau sholehah? Siapa yang
tidak ingin memiliki pendamping yang berakhlak baik? Seburuk apapun diri
kita, pastinya kita ingin pasanganan hidup yang baik. Tetapi tidak
setiap orang mendapati kenyataan ini dalam kehidupan.

Ada yang suaminya sungguh baik, tetapi istrinya galak, matre dan
tukang gosip. Ada yang istrinya sholehah, tapi suaminya tukang mabuk,
suka judi dan bersikap kasar. Atas fenomena ini, mungkin banyak yang
bertanya-tanya, kok kesannya jadi nggak adil ya?
Orang baik-baik, tapi
dapet jodohnya begitu?

Memang jadi sulit dijelaskan. Tetapi jika ingin dipahami, inilah
ujian Allah. Sesungguhnya Allah berkehendak membuka ladang amal yang
seluas-luasnya bagi diri kita, lewat tingkah polah pasangan hidup kita,
yang jauh dari harapan. Alhamdulillah, tidak usah cari jauh-jauh, ladang
amal ada di depan mata. Karena pernikahan memang ladang amal soleh.
Bagi wanitanya, pun bagi laki-lakinya. Maka bagi yang “tidak beruntung”
dengan pasangan hidup yang tidak sholeh atau sholehah, mudah-mudahan
tetap dapat memberi pelayanan yang terbaik bagi pasangannya, dengan
harapan semoga mendapat ridho Allah dan semoga kelak mendapat derajat
yang tinggi di sisi-Nya.

Jika kita merasa tidak beruntung terhadap pasangan hidup kita, mari
mengevaluasi diri. Apa sesungguhnya niat kita ketika hendak menikah?
Mudah-mudahan, jawaban dari pertanyaan itu, dapat memperbaiki mood kita
yang buruk karena pasangan hidup tidak sesuai harapan.

Jika benar kita meniatkan pernikahan sebagai ibadah atau sarana
pengabdian kita kepada Sang Khalik, maka semestinya pelayanan kita
terhadap pasangan hidup kita, tidak ada embel-embelnya. Artinya, mau dia
bertingkah seperti apapun tidak jadi masalah, karena pasangan hidup
hanya sarana untuk mengabdi kepada Allah. Fokus dan tujuan kita adalah
Allah. Jika ternyata pasangan hidup kita adalah pribadi yang sholeh/ah,
maka itu adalah bonus.

Jika kita merasa tidak beruntung terhadap pasangan hidup kita,
sebelum berputus asa, mungkin ada baiknya kita merenung kembali.
Tidakkah kita terlalu meninggikan kriteria bagi pasangan hidup kita?
Sikap berharap secara berlebihan terhadap pasangan hidup, berpotensi
menyebabkan rumah tangga tidak berjalan dengan baik. Karena pola pikir
yang tertanam dalam diri kita adalah menerima kebaikan, bukan keinginan
untuk saling mengisi dan memperbaiki satu sama lain.

Semakin tinggi standard yang kita tetapkan, maka akan semakin besar
potensi kita untuk kecewa. Karena semakin tinggi standard, semakin
terlihat jelas jika terjadi hal-hal yang melenceng dari standard.

Memiliki harapan tinggi boleh-boleh saja. Tapi, sebelum kita bermimpi
mendapatkan suami seperti Rasulullah, lebih baik kita berkaca diri,
sudahkah kita seperti Ibunda Khadijah r.ha? Sebelum berharap memiliki
istri seperti Fatimah Az-Zahra r.ha, lebih baik kita bercermin, sudahkah
kita seperti Ali bin Abi Thalib r.a?

Jadi, berprasangka baiklah kepada Allah, kemudian berserah diri.
Jangan mendikte Allah tentang jodoh kita. Percaya, bahwa Allah memberi
kita yang terbaik sesuai dengan penilaian Allah terhadap diri kita.
Yakin, Allah tahu yang paling cocok untuk diri kita.
Kemudian berserah
dirilah dan bersabar dengan jodoh pilihan dari Allah. Insya Allah, ini
akan lebih menenangkan batin dan membuka pintu keikhlasan.

Selalu ada hikmah dalam setiap peristiwa. Maka berpikirlah positif
apapun yang terjadi. Melihat segala sesuatu dengan
kemungkinan-kemungkinan terbaik. Jika pasangan hidup pemalas, mungkin,
Allah berkehendak kita menjadi lebih rajin. Jika pasangan hidup pemarah,
mungkin, Allah berkehendak kita menjadi lebih sabar. Jadi, orientasi
kita selalu ke Allah. Insya Allah, ini lebih melapangkan hati.

Sebagai penutup, mungkin kisah yang terjadi di masa Harun Al-Rasyid
berkuasa di bawah ini, bisa menjadi pencerahan. Diceritakan, terdapatlah
seorang wanita muda yang cantik dan sholehah, namun bersuamikan seorang aki-laki tua yang buruk rupa, buruk pula perangainya.
Wanita tersebut tinggal dalam sebuah kemah. Kebetulan ia kedatangan
seorang tamu. Ketika datang suaminya, bergegaslah wanita itu mengambil
air, kemudian membasuh tangan dan kaki suaminya. Suaminya tidak
menunjukkan sikap yang simpatik atas pelayanan istrinya. Atas sikap
suami tersebut, sang tamu berkomentar. Mengapa sang wanita harus
bersusah payah berkhidmat sedemikian rupa padahal suaminya sudah tua,
buruk rupa dan kasar. Atas komentar tamu tersebut, sang wanita menjawab.
“Aku mendengar Rasulullah bersabda, bahwa iman terbagi menjadi dua.
Separuh dalam syukur dan separuh dalam sabar. Aku sangat bersyukur Allah
menganugerahkan kepadaku wajah yang cantik. Maka aku ingin
meyempurnakan separuhnya dengan bersabar atas perlakuan suamiku.”

Wallahu’alam
Sumber : Era Muslim